Hallo guys👋, gmna kabarnya nih , semoga baik-baik aja ya, selalu dalam lindungan Allah SWT, oh iya kali ini blog yang akan kita bahas mengenai biografi fotografer nasional spesialiisasi foto landscape dan Wildlife, siapa saja sih pakar fotografer nya, mari kita simak! 🔊
1. Arbain Ramley
Arbain Rambey adalah seorang fotografer kelahiran Semarang, 2 Juli 1961 ini telah lama eksis di jagat fotografi. Sosok Arbain merupakan salah satu contoh jurnalis yang menguasai penulisan dan fotografi sekaligus. Pernah menjabat redaktur foto di harian Kompas. Ia pertama kali belajar fotografi saat duduk di kelas 1 Sekolah Menengah Pertama (SMP). Saat itu di sekolahnya ada ekstrakurikuler foto. Awalnya, ia hanya mengikuti dan belajar dari kakak kelasnya yang tengah mencuci cetak foto. Bisa dikatakan ia telah mempelajari cuci cetak foto hitam putih sebelum benar-benar belajar memotret.Saat ini, selain menjabat sebagai Redaktur Foto di Harian Kompas, Arbain masih aktif mengajar di Universitas Indonesia dan Universitas Multimedia Nusantara. Ia juga kerap diundang mengisi lokakarya bertema fotografi.
Arbain memulai karirnya sebagai wartawan tulis di Harian Kompas pada tahun 1990. Meskipun bekerja sebagai wartawan tulis, ia menaruh minat mendalam terhadap fotografi. Rasa ‘haus’ akan ilmu fotografi tersebut dipuaskannya dengan kerap mengunjungi bagian fotografi di Harian Kompas.
https://www.google.com/amp/s/nationalgeographic.grid.id/amp/13302492/sekilas-perjalanan-arbain-rambey-menjadi-jurnalis-foto
Berikut hasil karyanya :
2. Darwis Triadi
Darwis Triadi lahir di solo Jawa tengah, Jumat 15 Oktober 1954. Tahun 1981 Darwis bersama para fotografer amatir memamerkan hasil karyanya. Rekan-rekan fotografernya memajang bermacam-macam foto bertemakan lanskap dan humanis, Darwis kala itu memajang foto beberapa model dan peragawati. Para pengunjung kaget sekaligus kagum. Tetapi tidak sedikit orang juga yang menyebut Darwis sebagai fotografer yang tidak tahu teknik foto serta menentang arus.
Karya Darwis di bidang fotografi juga bisa di lihat dari berbagai macam foto produk-produk untuk iklan dari berbagai produsen besar seperti Nokia, Philips, BCA, Permata Bank, Satelindo, Indofood,Sony Ericsson, Telkom, PT. Unilever, Bank Mandiri, Mustika Ratu, Sari Ayu, Warner Music, Aquarius Music, Sony Music.
Darwis sering membuat seminar, dan workshop tentang fotografi. Dia juga telah mendirikan lembaga pendidikan fotografi di Jakarta Selatan. Dan memiliki studio Darwis Triadi Photography, dia juga membuka sekolah yang diberi nama Darwis Triadi School of Photography. Sebuah tempat yang merupakan salah satu impian dari Darwis, agar fotografi menjadi lebih terbuka.
https://m.merdeka.com/darwis-triadi/profil/
Hasil karyanya :
3. Riza Marlon
Darwis Triadi lahir di solo Jawa tengah, Jumat 15 Oktober 1954. Tahun 1981 Darwis bersama para fotografer amatir memamerkan hasil karyanya. Rekan-rekan fotografernya memajang bermacam-macam foto bertemakan lanskap dan humanis, Darwis kala itu memajang foto beberapa model dan peragawati. Para pengunjung kaget sekaligus kagum. Tetapi tidak sedikit orang juga yang menyebut Darwis sebagai fotografer yang tidak tahu teknik foto serta menentang arus.
Karya Darwis di bidang fotografi juga bisa di lihat dari berbagai macam foto produk-produk untuk iklan dari berbagai produsen besar seperti Nokia, Philips, BCA, Permata Bank, Satelindo, Indofood,Sony Ericsson, Telkom, PT. Unilever, Bank Mandiri, Mustika Ratu, Sari Ayu, Warner Music, Aquarius Music, Sony Music.
Darwis sering membuat seminar, dan workshop tentang fotografi. Dia juga telah mendirikan lembaga pendidikan fotografi di Jakarta Selatan. Dan memiliki studio Darwis Triadi Photography, dia juga membuka sekolah yang diberi nama Darwis Triadi School of Photography. Sebuah tempat yang merupakan salah satu impian dari Darwis, agar fotografi menjadi lebih terbuka.
https://m.merdeka.com/darwis-triadi/profil/
Hasil karyanya :
3. Riza Marlon
Riza Marlon lahir di Jakarta 12 Januari 1960
Kuliah di jurusan Biologi Universitas Nasional pada 1982,pengetahuan yang lebih luas dan mendetil justru didapatnya dari membaca buku produksi luar negeri yang memang mengulas berbagai satwa di nusantara.
Di awal perjuangannya, masalah tak hanya pada kelengkapan alat pemotretan. Berbagai jenis satwa yang menjadi target, berada terpencar di penjuru nusantara. Maka ia harus mempersiapkan finansial sebelum terjun ke alam liar.Bukti kesabarannya dalam menggunakan kamera analog. Karena akan menjadi sia-sia jika terburu-buru, tapi hasil yang dibawa pulang tidak layak cetak.
Waktu masih pakai film, satu bulan sampai dua bulan waktu pemotretan. Karena Indonesia itu gelap, kita kerja pakai ISO 100, bayangkan, di tempat yang gelap kalau pake flash binatangnya lari.
Perjuangannya berpayah-payah itu akhirnya menuai hasil ketika memasuki 2010. Saat itu Riza merilis buku perdana yang berjudul Living Treasures of Indonesia. Buku itu berisi koleksi foto-foto yang dikumpulkan selama 20 tahun bergerilya di belantara nusantara.
Buku pertama 2010 tentang satwa liar. Stok selama 20 tahun. Perpaduan antara menggunakan film dan digital,’’ ungkapnya. Empat tahun kemudian, ia kembali merilis buku berjudul 107+ Ular Indonesia yang merupakan ulasan dan kumpulan ular-ular yang ada di nusantara.
https://www.google.com/amp/s/www.radarbogor.id/2017/11/11/kisah-riza-marlon-fotografer-asal-bogor-spesialis-alam-liar-indonesia/amp/
Hasil karyanya :
Kuliah di jurusan Biologi Universitas Nasional pada 1982,pengetahuan yang lebih luas dan mendetil justru didapatnya dari membaca buku produksi luar negeri yang memang mengulas berbagai satwa di nusantara.
Di awal perjuangannya, masalah tak hanya pada kelengkapan alat pemotretan. Berbagai jenis satwa yang menjadi target, berada terpencar di penjuru nusantara. Maka ia harus mempersiapkan finansial sebelum terjun ke alam liar.Bukti kesabarannya dalam menggunakan kamera analog. Karena akan menjadi sia-sia jika terburu-buru, tapi hasil yang dibawa pulang tidak layak cetak.
Waktu masih pakai film, satu bulan sampai dua bulan waktu pemotretan. Karena Indonesia itu gelap, kita kerja pakai ISO 100, bayangkan, di tempat yang gelap kalau pake flash binatangnya lari.
Perjuangannya berpayah-payah itu akhirnya menuai hasil ketika memasuki 2010. Saat itu Riza merilis buku perdana yang berjudul Living Treasures of Indonesia. Buku itu berisi koleksi foto-foto yang dikumpulkan selama 20 tahun bergerilya di belantara nusantara.
Buku pertama 2010 tentang satwa liar. Stok selama 20 tahun. Perpaduan antara menggunakan film dan digital,’’ ungkapnya. Empat tahun kemudian, ia kembali merilis buku berjudul 107+ Ular Indonesia yang merupakan ulasan dan kumpulan ular-ular yang ada di nusantara.
https://www.google.com/amp/s/www.radarbogor.id/2017/11/11/kisah-riza-marlon-fotografer-asal-bogor-spesialis-alam-liar-indonesia/amp/
Hasil karyanya :
4. Cristina Tan
Berawal dari hobi memotret, kini dia mampu menghasilkan pendapatan tersendiri. kebiasaannya memotret berawal dari kesukaannya berpelancong. Sebelumnya, dia hanya mengambil foto di tempat liburan untuk sekadar hobi saja.Namun, setelah kehadiran Instagram, dia mengaku dirinya semakin terpacu untuk mengunggah lebih banyak konten.Christina mengaku mendapat tawaran kerja sama dan lama kelamaan mulai menggeluti bidang ini secara profesional.
Keputusan Christina untuk menggeluti bidang fotografi luxury travel memang tidak lepas dari kebiasannya.
Dia menuturkan, dirinya memang bukan tipe pelancong gaya backpacker, sehingga dia memilih bidang luxury travel sebagai fokus utamanya.
https://m.liputan6.com/tekno/read/3640992/christina-tan-fotografer-profesional-indonesia-yang-kini-mendunia
Hasil karyanya:
5. Regina Safri
Tidak banyak perempuan yang berani mengambil risiko ini. Bermalam di hutan dengan ancaman malaria. Menyusuri jalan setapak dan tebing terjal. Pernah terjatuh ke ngarai dan nyaris tidak bisa melanjutkan memotret karena kamera nyemplung ke sungai.
"Tujuan utama saya untuk kampanye lingkungan. (Selain itu), ketika saya mencari foto-foto wildlife di Indonesia, yang keluar foto-foto yang dihasilkan fotografer asing. Saya terpanggil," kata fotografer Regina Safri atau yang biasa disapa Rere memberikan alasannya jumpalitan ke belantara Sumatera.
Saat ditemui di Jakarta, Selasa (5/5/2015), Rere baru pulang dari hutan Linge Isaq Takengon, Aceh Tengah. Di sana ia menginap 3 hari di dalam hutan hanya untuk memotret orang utan. Maklum, mencari orang utan di alam bebas tidak semudah mencari di hutan konservasi atau di kebun binatang. Butuh kesabaran ekstra.
Uniknya, Rere tidak mempunyai pengalaman survival di alam liar. Ia mengaku belajar dari nol untuk bisa beradaptasi dengan hutan. Sementara untuk memotret wildlife, ia banyak belajar kepada Riza Marlon -- salah satu legenda hidup fotografer alam liar Indonesia.
"Ketika mahasiswa saya bukan yang suka naik gunung. Nggak ada pengalaman survival sama sekali. Ya banyak belajar pada yang sudah biasa seperti teman teman di NGO, polisi hutan atau warga sekitar hutan," ucapnya.
"Untuk foto wildlife saya banyak bertanya ke Bang Riza Marlon. Dari masalah teknis sampai pendekatan dengan masyarakat hutan," tandas Rere.
Hanya saja, foto-foto wildlife Sumatera tersebut baru bisa dinikmati secara lengkap akhir tahun ini dalam bentuk buku. Menurutnya, sekarang masih dalam proses editing dan berlanjut ke proses kurasi dan produksi.
https://m.detik.com/inet/fotostop-news/d-2909422/regina-2-tahun-blusukan-di-hutan-demi-wildlife-photography
Hasil karyanya :
Nah itu dia biografi Fotografer Nasional Spesialisasi Foto Landscape dan Wildlife, semoga bermanfaat ya teman-teman, wassalamu'alaikum wr wb 🙏
Tidak ada komentar:
Posting Komentar